Header Ads

Ucapan "SELAMAT NATAL" Haram Berdasarkan Ijma'

Ucapan "Selamat Natal" Haram Berdasarkan Ijma'

Al-Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah menerangkan:
وأما التهنئة بشعائر الكفر المختصة به فحرام بالاتفاق مثل أن يهنئهم بأعيادهم وصومهم فيقول عيد مبارك عليك أو تهنأ بهذا العيد ونحوه فهذا إن سلم قائله من الكفر فهو من المحرمات وهو بمنزلة أن يهنئه بسجوده للصليب بل ذلك أعظم إثما عند الله وأشد مقتا من التهنئة بشرب الخمر وقتل النفس وارتكاب الفرج الحرام ونحوه
“Adapun tahni’ah (ungkapan selamat) atas syi’ar-syi’ar orang kafir yang menjadi kekhususan mereka hukumnya haram menurut kesepakatan para Ulama (ijma'). Seperti mengucapkan selamat atas hari-hari raya mereka atau puasa mereka. Umpamanya dengan mengatakan, “Hari yang berkah atasmu”, atau “Selamat hari raya”, atau yang semisalnya. Maka sekalipun pengucapnya itu selamat dari kekufuran, akan tetapi ia telah terjerumus dalam perbuatan yang haram. Konteksnya sama saja seperti memberi ucapan selamat terhadap sujudnya mereka kepada salib, bahkan hal tersebut lebih berat lagi dosanya di sisi Allah dan lebih besar lagi kemurkaan-Nya ketimbang mengucapkan selamat atas meminum khamr, membunuh orang, atau berzina dan yang semisalnya.” (Ahkamu Ahlidz Dzimmah 1/205)
Kerancuan Memahami Ayat
Sebagian orang yang berpenyakit hatinya terus berusaha membikin talbis (pengkaburan) pemahaman kaum Muslimin dengan mencatut ayat dan menerjemahkan sesuai selera hawa nafsunya. Akibatnya ucapan “selamat natal” pun ditolerir dengan dalih ayat berikut:
وَالسَّلَامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا
“Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku pada hari kelahiranku, pada hari wafatku, dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.” (Maryam: 33)
Kalimat, “Was salaam (dan kesejahteraan) semoga dilimpahkan kepadaku pada hari kelahiranku…” mereka terjemahkan “Selamat natal (kelahiran) Nabi ‘Isa ‘alaihissalam.”
Itulah syubhat (kerancuan) yang disuarakan oleh kelompok-kelompok pluralis di hari-hari mendekati perayaan natal ini. Dan untuk mematahkan syubhat mereka cukuplah kita merujuk kepada warisan Salafusshalih dalam memahami ayat-ayat tersebut. Sebab para Salafusshalih adalah pihak yang paling dikenal keistiqamahannya dalam meneladani cara beragama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan para Shahabatnya.
Al-Imam Ibnu Jarir At-Thabari (Wafat 310 H) berkata:
والأمنة من الله عليّ من الشيطان وجنده يوم ولدت
“(Maknanya) dan penjagaan Allah terhadapku (Nabi ‘Isa) dari Syaithan dan tentaranya ketika aku dilahirkan.” (Jami’ul Bayan fi Ta’wilil Qur’an 18/193)
Al-Imam Al-Baghawi Asy-Syafi’i (Wafat 510 H):
السلامة عند الولادة من طعن الشيطان
“Keselamatan dari celaan syaithan pada saat kelahiran Nabi ‘Isa ‘alaihissalam.” (Ma’alimut Tanzil 5/230)
Al-Hafidzh Ibnu Katsir Asy-Syafi’i (Wafat 774 H):
ولكن له السلامة في هذه الأحوال
“Akan tetapi, Allah selamatkan Nabi ‘Isa pada saat-saat tersebut (dilahirkan, diwafatkan, dibangkitkan).” (Tafsirul Qur’anil ‘Adzhim 5/230)
Dan masih banyak lagi keterangan para Ulama Mufassirin lainnya yang menerangkan bahwa makna ayat tersebut sebagai penjagaan Allah terhadap Nabi ‘Isa, sama sekali tidak menunjukkan ucapan “selamat natal” yang sejatinya mengakui kelahiran anak Tuhan. Dan para Ulama telah mencapai kata sepakat atas haramnya ucapan tersebut. Maka jika mengucapkan selamat hari raya orang kafir saja dilarang, tentu lebih berat lagi jika sampai mengikuti hari raya mereka, wallahul musta'an.
✒_____
Fikri Abul Hasan
🌍 WhatsApp Group
"Al-Madrasah As-Salafiyyah"

No comments

Powered by Blogger.